RESPONSI
AL-QURAN
Anas
cahyoko
Dosen
: Bpk kusen
Tugas
Uts smester IV (empat) Responsi AL-QURAN
STIMIK
MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015/2016
RESPONSI AL-QURAN Surat Al-Baqarah Ayat 193
(Dan perangilah mereka itu hingga tidak ada
lagi) atau tidak dijumpai lagi (fitnah) yakni kesyirikan (dan (sehingga) agama
itu) pengabdian atau perhambaan diri itu (hanya untuk Allah) semata dan tak ada
yang disembah selain Dia. (Maka jika mereka berhenti) dari kesyirikan,
janganlah kamu melakukan pelanggaran terhadap mereka; makna ini dapat
disimpulkan dari (maka tak ada permusuhan lagi) seperti membunuh atau lainnya,
(kecuali terhadap orang-orang yang aniaya). Orang yang telah menghentikan
kekeliruannya, maka tidak termasuk orang yang aniaya, sehingga tidak perlu
mendapat tindakan permusuhan lagi.
RESPONSI AL-QURAN Surat Al-Baqarah Ayat 185
Hari-hari
tersebut adalah (bulan Ramadan yang padanya diturunkan Alquran) yakni dari
Lohmahfuz ke langit dunia di malam lailatulkadar (sebagai petunjuk) menjadi
'hal', artinya yang menunjukkan dari kesesatan (bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan) artinya keterangan-keterangan yang nyata (mengenai
petunjuk itu) yang menuntun pada hukum-hukum yang hak (dan) sebagai (pemisah)
yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. (Maka barang siapa yang
menyaksikan) artinya hadir (di antara kamu di bulan itu, hendaklah ia berpuasa
dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, lalu ia berbuka, maka wajib
baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari yang lain)
sebagaimana telah diterangkan terdahulu. Diulang-ulang agar jangan timbul
dugaan adanya nasakh dengan diumumkannya 'menyaksikan bulan' (Allah menghendaki
kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesempitan) sehingga oleh karenanya kamu
diperbolehkan-Nya berbuka di waktu sakit dan ketika dalam perjalanan. Karena
yang demikian itu merupakan `illat atau motif pula bagi perintah berpuasa, maka
diathafkan padanya. (Dan hendaklah kamu cukupkan) ada yang membaca 'tukmiluu'
dan ada pula 'tukammiluu' (bilangan) maksudnya bilangan puasa Ramadan
(hendaklah kamu besarkan Allah) sewaktu menunaikannya (atas petunjuk yang
diberikan-Nya kepadamu) maksudnya petunjuk tentang pokok-pokok agamamu (dan
supaya kamu bersyukur) kepada Allah Taala atas semua itu.
Responsi Surat Al-Kafirun
AL-KAFIRUN
(ORANG-ORANG KAFIR) Pendahuluan: Makkiyyah, 6 ayat ~ Dalam surat ini Allah
memerintahkan Rasul-Nya saw. agar mematahkan ketamakan orang-orang kafir yang
ingin menyamakan diri dengan Rasulullah dalam menyerukan kebaikan. Rasulullah
saw. tetap akan menyembah Allah, tiada Tuhan selailn Dia, dan orang-orang kafir
pun tetap menyembah tuhan-tuhan mereka yang tidak memberi mereka kebenaran.
Mereka bebas mengikuti agama yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan
Rasulullah pun bebas memeluk agama yang diperkenan Allah untuknya. Katakan,
wahai Muhammad, "Hai orang-orang kafir yang bersikeras dalam kekafiran,
Responsi Surat An-Nisa' Ayat 43
Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan larangan
melakukan shalat ketika sangat mengantuk, di mana orangnya tidak menyadari lagi
apa yang diucapkan dan apa yang dilakukannya. Lebih dari itu, di sana juga
terdapat isyarat bahwa sepatutnya bagi orang yang hendak shalat memutuskan
segala yang dapat menyibukkan pikirannya, seperti didesak oleh buang air, lapar
hendak makan dsb.
Kemudian tertimpa junub atau berhadats, di mana
ketika safar biasanya tidak ada air atau ada air namun untuk keperluannya di
tengah perjalanan, seperti untuk minum dsb. jika ia meminum air tersebut, ia
akan kehausan.
Yakni berhadats.
Imam Syafi'i berdalih dengan ayat ini bahwa menyentuh
wanita dapat membatalkan wudhu', namun menurut Ibnu Abbas, maksud
"menyentuh" di ayat ini adalah berjima'. Ulama lain berpendapat bahwa
menyentuh wanita yang membatalkan wudu' adalah menyentuh karena syahwat, di
mana hal itu berkemungkinan besar keluarnya madzi. Di antara pendapat-pendapat
tersebut, yang rajih adalah pendapat Ibnu Abbas, wallahu a'lam.
Untuk bersuci dengannya setelah berusaha mencarinya.
Ayat ini menunjukkan adanya usaha mencari air.
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa Allah Ta'ala
membolehkan tayammum dalam dua keadaan:
Yakni sampai pergelangan sebagaimana ditunjukkan oleh
hadits-hadits yang shahih, dan memukulkan telapak tangan ke tanah cukup sekali
saja sebagaimana diterangkan dalam hadits Ammar; untuk muka dan telapak tangan.
Oleh karenanya, dia memberikan banyak kemudahan
kepada hamba-hamba-Nya, di mana seorang hamba tidak kesulitan melakukannya. Di
antara maaf dan ampunan-Nya adalah dengan mensyari'atkan kepada umat ini
bersuci dengan debu (tayammum) sebagai pengganti air ketika kesulitan
menggunakannya. Termasuk maaf dan ampunan-Nya juga adalah dengan membukakan
pintu tobat kepada orang-orang yang berdosa dan mengajak mereka kepada-Nya. Dia
pun menjanjikan untuk mengampuni mereka. Lebih dari itu, di antara maaf dan
ampunan-Nya adalah jika seorang mukmin datang kepada-Nya dengan dosa sepenuh
bumi tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan datang dengan ampunan
sepenuh bumi.
Responsi Surat Al-Baqarah Ayat 219
(Mereka menanyakan kepadamu tentang minuman keras dan
berjudi) apakah hukumnya? (Katakanlah kepada mereka) (pada keduanya) maksudnya
pada minuman keras dan berjudi itu terdapat (dosa besar). Menurut satu qiraat
dibaca katsiir (banyak) disebabkan keduanya banyak menimbulkan persengketaan,
caci-mencaci, dan kata-kata yang tidak senonoh, (dan beberapa manfaat bagi
manusia) dengan meminum-minuman keras akan menimbulkan rasa kenikmatan dan
kegembiraan, dan dengan berjudi akan mendapatkan uang dengan tanpa susah payah,
(tetapi dosa keduanya), maksudnya bencana-bencana yang timbul dari keduanya
(lebih besar) artinya lebih parah (daripada manfaat keduanya). Ketika ayat ini
diturunkan, sebagian sahabat masih suka meminum minuman keras, sedangkan yang
lainnya sudah meninggalkannya hingga akhirnya diharamkan oleh sebuah ayat dalam
surat Al-Maidah. (Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang akan mereka
nafkahkan), artinya berapa banyaknya. (Katakanlah), Nafkahkanlah (kelebihan)
maksudnya yang lebih dari keperluan dan janganlah kamu nafkahkan apa yang kamu
butuhkan dan kamu sia-siakan dirimu. Menurut satu qiraat dibaca al-`afwu
sebagai khabar dari mubtada' yang tidak disebutkan dan diperkirakan berbunyi,
"yaitu huwa....". (Demikianlah), artinya sebagaimana dijelaskan-Nya
kepadamu apa yang telah disebutkan itu (dijelaskan-Nya pula bagimu ayat-ayat
agar kamu memikirkan).
Responsi Surat Maryam Ayat 6
(Yang akan
mewarisi aku) kalau dibaca Jazm berarti lafal Yaritsni menjadi jawab dari Fi'il
Amar, dan kalau dibaca Rafa' yaitu Yaritsuni berarti menjadi kata sifat dari
lafal Waliyyan (dan mewarisi) dapat dibaca Yaritsu atau Yarits (sebagian
keluarga Ya'qub) kakekku dalam hal ilmu dan kenabian (dan jadikanlah ia, ya
Rabbku, seorang yang diridai)" di sisi Engkau.
Ada sebuah hadits yang menjadi acuan dalam penentuan apakah janin sudah
bebentuk rupa atau sudah ditiupkan ruh. Di mana ini akan menjadi acuan dalam
pengambilan hukum yaitu hadits fase penciptan setiap 40 hari. Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً
مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ
مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ، فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِىٌّ
أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ
“
Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim
ibunya selama 40 hari (berupa nutfah), kemudian menjadi ‘alaqoh (segumpal
darah) selama itu juga, lalu menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama itu
juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu
diperintahkan untuk mencatat empat perkara: amal, ajal, rizki, celaka atau
bahagia. Lalu ditiupkan ruh.”
jadi yang terakait dengan janin:
-jika telah mati sebelum 120 hari (4 bulan) yaitu belum ditiupkan ruh, maka
tidak perlu dishalatkan, kafani dan dikuburkan
-jika tsetelah 120 hari maka diperlakukan sebagaimana mayit manusia yang
bernyawa.
Pengumpulan
Makhluk di Padang Mahsyar
Manusia
dibangkitkan dari alam kubur dan digiring menuju mahsyar sesuai dengan kondisi
amal perbuatan pada saat mereka mati, bila mereka mati di atas kebaikan, mereka
mendapat husnul khatimah dan bila mereka mati di atas keburukan, maka
mereka mati di atas su’ul khatimah. Contohnya:
- Para
koruptor dan penerima suap akan dikumpulkan dengan membawa barang yang
dikorupsinya.
- Pemakan
riba dihimpun di padang mahsyar dalam keadaan sempoyongan seperti orang
gila karena kesurupan setan.
- Wanita yang
meratapi kematian dibangkitkan dengan memakai pakaian dari qathiran
(pelankin/ter) dan baju dari jarab (baju yang kumal dan gatal).
- Suami yang
tidak adil kepada isterinya akan dibangkitkan dalam keadaan badannya mati
sebelah.
- Orang-orang
yang sombong dan congkak akan dihimpunkan seperti semut-semut kecil dalam
bentuk manusia. Mereka diliputi kehinaan dari berbagai arah dan digiring
ke penjara di neraka Jahannam yang disebut Bulas. Mereka dinaungi oleh api
dan diberi minum dari perasan kotoran penghuni neraka yang bernama Thinatul
Khabal.
- Orang yang
biasa hidup kenyang adalah orang yang paling lapar di waktu itu.
- Para
pengkhianat akan diberikan bendera pengkhianatan, dan akan dikatakan, “Inilah
pengkhianatan fulan bin fulan.”
- Para
syuhada dihimpun dalam keadaan berlumuran darah, namun beraroma minyak
kasturi.
- Orang yang
meninggal dalam keadaan ihram akan dibangkitkan dalam keadaan bertalbiyah.
Lihat
dalil-dalil apa yang kami sebutkan dalam buku “Rintangan Setelah Kematian”
oleh Ust. Zainal ‘Abidin.
Setelah
kaum kafir mengetahui nasibnya dan kaum munafiqin dalam keadaan hina-dina, maka
terjadilah dialog antar mereka di depan ahli mahsyar, sementara satu sama lain
saling melempar tanggung jawab dan saling menyalahkan (kisahnya dapat dilihat
di surat Qaf: 27-29, Yunus: 28-30 dan Ash Shaffat: 27-34).